Minggu, 11 Desember 2011

Doa Seorang Ibu Jauh Lebih Berharga daripada Hadiah Semahal Apapun

..di doa ibuku namaku disebut…
Sebaris lirik lagu itu sungguh menyentuh hati. Bagi siapapun seorang ibu adalah sosok yang begitu mulia untuk disanjung dalam langkah hidupnya. Namun bagaimana jika posisi sebagai ibu kini kita yang mengalami? Adakah anak-anak kita peduli bahwa namanya selalu disebut dalam setiap rangkaian doa ibunya?
Menyandang diri sebagai seorang ibu adalah hal agung yang saya rasakan. Melahirkan seorang bayi mungil, menyususinya, memandikan, menyuapi , hingga mengajarkan indahnya mahkota bunga berwarna merah atau genitnya kupu-kupu berwarna kuning yang menghisap madu. Memiliki buah hati adalah dambaan besar bagi setiap pasangan. Namun adakah keinginan besar itu selalu siap kita jalani dengan segudang konsekuensi yang harus kita tanggung setelah si jabang bayi itu menghela napas di dunia?
Boleh dibilang rumit, namun boleh juga di bilang sederhana. Banyak sudut pandang yang perlu kita pahami setelah si buah hati lahir. Membesarkannya adalah kewajiban yang tidak lepas dari tanggung jawab kita. Namun sebatas apa hal yang perlu kita berikan dari yang kita miliki untuk menunjukkan bahwa kita bertanggung jawab atas kelahiran si kecil?
Apakah dengan segudang mainan mahal harus kita belikan, mengajaknya keliling berbagai obyek wisata, membuat album narsis yang berjejal menghiasi akun facebook, atau menggelar pesta ulang tahun yang paling meriah. Mungkin ada dari kita yang rela merogoh kocek dalam-dalam untuk menggelar pesta ulang tahun sang buah hati dengan pernak-pernik glamour seperti pada perayaan ultah anak selebriti di TV. Untuk urusan yang satu ini saya kurang sreg. Kadang orang tua terlalu memaksaakan diri hanya demi gengsi dengan teman pergaulan mereka sendiri. Yah..belum tentu si anak yang masih ingusan itu paham akan makna ulang tahun. Dari mulai berburu kostum, pernak-pernik ulang tahun, cake berharga jutaan rupiah, bahkan rela menyewa restaurant atau hotel hanya untuk merayakan ulang tahun usia pertama sang buah hati.
Anak-anak sesungguhnya adalah jiwa yang masih polos. Bagai selembar kertas putih yang masih kosong. Kemudian ayah bundanyalah yang pertama kali menggoreskan cerita kehidupan. Memberinya apa arti hidup. Apa arti menyanyangi, mencintai, berbagi,dan mengenalkan seisi dunia ini pada putra-putrinya. Namun jika yang diberikan adalah kemewahan dalam usia dini, pentingkah itu baginya?
Saya hanya tidak setuju bagi yang begitu membesarkan acara-acara semacam ulang tahun putra putrinya dengan berlebihan. Kadang selain contoh bentuk pemborosan, apa yang kita contohkan pada buah hati kita? Kalau rangkaian acaranya hanya tiup lilin, menyanyikan “ happy birthday”, potong kue, nyanyi-nyanyi, makan, dan pulang. Adakah hal prinsipil tentang kehidupan yang kita tanamkan dalam seremonial tersebut? Mungkin anda berdalih itu kan hanya budaya. Ini bukan masalah anda mengikuti paham ini atau tidak. Namun saya ingin mengetuk hati para ibu.
Lihatlah sekarang banyak sekali anak-anak muda terlibat tawuran. Dari mulai pelajar berseragam biru putih, putih abu-abu hingga mahasiswa selalu menghiasi layar kaca dengan tawuran. Masyarakat menyalahkan guru dan sekolah, sekolah menyalahkan orang tua, orang tua juga tak mau kalah menyalahkan sekolah dan masyakat. Kekerasan dan tindakan anarkhi mereka dari mulai remaja hingga mahasiswa tentu tidak serta merta terjadi begitu saja. Ada pengasuhan yang salah semasa anak-anak hingga di kemudian hari terbentuklah jiwa-jiwa yang mudah tersulut emosi. Jiwa temperamental dan labil dalam memilih kondisi untuk mengekspresikan eksistensi dirinya.
Lalu apa yang sebenarnya kita cekokkin pada anak-anak kita selama ini? Kemewahan, ketersediaan, uang saku, ponsel tercanggih, tiap minggu ke mall, lalu? Memanjakan tanpa pernah mengajarkan akan sulitnya survival kehidupan. Maka disaat mereka tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan akan sangat mudah tersulut emosi dan bertindak kearah anarkhi. Memanjakan bukan hanya berarti dengan limpahan materi tetapi juga memanjakan dengan pembiaran anak-anak dalam perkembangannya. Membiarkan anak tumbuh tanpa bimbingan, arahan, dan doa kebaikan atasnya. Kemehawan dunia dan keteledoran kita mendidiknya adalah pangkal segala masalah sosok anak dimasa depannya. Sikap masa bodoh kita sama saja memanjakan anak menjadi pribadi bebas yang tak memiliki aturan. Sedang kemewahan berlebih dengan materi akan membuat anak merasa apapun yang ia inginkan pasti dapat anda penuhi. Karakter anak adalah cermin apa yang telah kita berikan padanya.
Sebenarnya ada peran penting yang bisa kita lakukan untuk mencetak anak-anak kita menjadi pribadi yang baik. Salah satunya adalah doa lembut dari bibir setiap ibu yang benar-benar mencintai buah hatinya. Ibu yang merasa bertanggung jawab, dan harus menjaga keyakinan bahwa amanat itu telah ditetapkan Tuhan sebagai tugas besar hidup di dunia ini. Adakah ibu memanjatkan doa yang tulus agar anak-anak kita tumbuh menjadi anak yang soleh. Anak yang santun, berkepribadian menarik, cerdas, berprestasi? Sudahkah rangkaian doa ibu menyebutkan itu semua dalam setiap menghamba pada tuhan? Ibu sudahkah hari ini anda membekali putra putri anda sebait doa agar setiap detik pembelajarannya di sekolah kelak bermanfaat? Sudahkah bu?
Dari mulut seorang ibu, doa sangat mustajab. Dari tangisan ibu yang memohon anaknya dikaruniai kebaikan, disisinya malaikat mengamini. Tiada tirai yang menghalangi doa seorang ibu yang lemah lembut untuk anaknya. Doa yang dipanjatkan setiap hari dengan sederhana tentu lebih mudah dan tidak mahal bukan ? Sehingga tak perlu kita lagi berbuat heroik dengan konyol saat kita mendapati anak kita kelak ternyata seorang yang dihukum masyarakat. Menghadapi kenyataan bahwa anak kita seorang pencuri, seorang pemabuk, pengguna narkoba, koruptor, atau bahkan pembunuh. Penyesalan yang sangat besar tidak akan membalikkan waktu yang telah lewat. Ingatkah cerita klasik tentang seorang ibu yang rela menggantung diri di sebuah lonceng hanya untuk menggagalkan hukuman mati bagi anaknya yang menjadi pencuri? Karena lonceng itu tak pernah berbunyi hingga sang hakim tak bisa mengeksekusi si anak durhaka ?
Menjadi ibu berarti siap mendidik, mengasuh, dan berkorban dengan segala apa yang kita miliki untuk kebaikan si buah hati. Keberhasilan mendidik akan kita lihat saat anak menginjak dewasa kelak, hasil dari apa yang kita tanamkan sekarang. Percayalah bahwa doa seorang ibu jauh lebih berharga daripada hadiah semahal apapun di dunia ini. Jadi mana yang anda pilih ibu? Memanjakan dengan kemewahan atau kesederhanaan sebait doa yang akan ibu pilih untuk kado ulang tahunnya. Apapun pilihan yang kita ambil sekarang, kita akan menuainya kelak. Anda akan mendapati si kecil kelak membantah perkataan anda, atau mendengar ungkapan cintanya dengan merengkuh tangan anda dan berucap: hal terbaik yang kumiliki di dunia ini adalah…” di doa ibuku namaku disebut “

Tidak ada komentar:

Posting Komentar